Bandung; Walikota Tanpa Wakil

Pikiran Rakyat, 24 Maret 2022

Pelantikan Plt. Walikota Bandung Yana Mulyana menjadi Walikota definitif belum juga dilaksanakan hingga tenggat waktu pengisian jabatan Wakil Walikota berakhir. Mengacu pada regulasi tentang Pemilihan Kepala Daerah, jabatan Wakil Walikota diisi paling lambat 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut, yang apabila dihitung berdasarkan akhir periode jabatan Walikota dan Wakil Walikota Bandung jatuh pada tanggal 20 Maret 2022. Oleh karena hingga saat ini Yana Mulyana masih berstatus sebagai Wakil Walikota sekaligus Plt. Walikota Bandung, hampir dipastikan Yana Mulyana akan menyelesaikan masa jabatannya hingga tahun 2023 tanpa didampingi Wakil Walikota. Bagaimana implikasi politik dan pemerintahan dari kekosongan jabatan Wakil Walikota Bandung? 

Pertama, persoalan legitimasi politik. Pasca terpilih dalam Pillwalkot 2018 dan dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bandung, legitimasi politik melekat pada pasangan Walikota Oded M. Danial dan Wakil Walikota Yana Mulyana. Sebagai hasil dari pemilihan langsung oleh warga, kontrak politik terjadi antara Oded M. Danial dan Yana Mulyana dengan warga Kota Bandung. Namun, ketika Walikota Oded M. Danial berhalangan tetap karena meninggal dunia, legitimasi politik dari warga Kota Bandung saat ini melekat hanya pada Yana Mulyana. Ketiadaan Wakil Walikota tidak mengurangi legitimasi politik Yana Mulyana. Bahkan apabila pengisian jabatan Wakil Walikota dilakukan, pemegang jabatan tersebut tidak mendapatkan legitimasi politik secara langsung dari warga, karena mekanisme pengisian jabatan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan di DPRD. Dengan demikian, saat ini Yana Mulyana merupakan satu-satunya pejabat politik di Kota Bandung yang mendapatkan legitimasi politik secara langsung dari warga Kota Bandung, dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan kontrak politik dengan warga Kota Bandung hingga akhir periode jabatan pada tahun 2023.

Kedua, terkait persoalan kekuasaan politik yang dilegitimasi melalui kewenangan memerintah. Berdasarkan regulasi yang mengatur tentang pemerintahan daerah, kewenangan mengelola pemerintahan sepenuhnya berada di tangan Walikota sebagai pemimpin daerah. Tidak ada pembagian kewenangan antara Walikota dengan Wakil Walikota. Wakil Walikota berada dalam posisi membantu Walikota dengan melaksanakan serangkaian tugas, dan dalam melaksanakan tugas tersebut Wakil Walikota bertanggung jawab kepada Walikota. Wakil Walikota melaksanakan kewenangan Walikota hanya jika Walikota menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, dan ketika Walikota berhalangan tetap sambil menunggu pengangkatan Wakil Walikota menjadi Walikota definitif. 

Kehadiran atau ketidakhadiran Wakil Walikota dengan demikian tidak menjadi variabel utama yang mempengaruhi pengelolaan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah berada di bawah kendali dan menjadi tanggung jawab dari Walikota. Walikota memiliki kewenangan penuh dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota, sementara Wakil Walikota membantu Walikota dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Memang terdapat pandangan bahwa kehadiran Wakil Walikota dapat membantu memperlancar penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian bukan berarti ketiadaan Wakil Walikota akan menyebabkan penyelenggaraan pemerintah Kota menjadi tidak efektif. Bahkan, pengalaman di beberapa daerah menunjukkan terjadinya konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah yang justru menimbulkan problematika dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Variabel kunci dari penyelenggaraan pemerintahan Kota dengan asumsi ketiadaan Wakil Walikota paling tidak akan ditentukan oleh empat hal. Pertama, kepemimpinan dan kompetensi Walikota dalam mengelola pemerintahan. Karakter kepemimpinan Walikota yang baik antara lain ketegasan, keberanian mengambil resiko dalam pengambilan keputusan, kemampuan memotivasi dan menginspirasi seluruh perangkat birokrasi serta kompetensi Walikota yang terkait dengan penentuan arah dan fokus pengelolaan pemerintahan akan menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintah Kota. 

Kedua, kehadiran birokrasi yang efektif dan efisien sebagai sistem pendukung utama penyelenggaraan pemerintahan Kota. Sebagaimana diketahui, birokrasi merupakan mesin pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari. Apabila birokrasi Kota Bandung dapat berjalan secara efektif dan efisien di bawah kendali Walikota, maka penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan juga akan berjalan secara efektif dan efisien. 

Ketiga, dukungan politik dari kekuatan-kekuatan politik yang berada di DPRD Kota Bandung. DPRD Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kota, menjalankan fungsi vital dalam membentuk peraturan daerah, membahas dan menyetujui rancangan anggaran yang diajukan Walikota serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh Pemerintah Kota. Stabilitas serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan Kota dengan demikian juga akan ditentukan oleh relasi yang baik dan dukungan konstruktif dari DPRD Kota. Oleh karenanya, Walikota harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk membangun dan merawat komunikasi, koordinasi, sinergi dan kolaborasi dengan DPRD Kota. Selain itu, relasi antara Pemerintah Kota dan DPRD Kota selayaknya tidak dibangun dengan semangat partisan dengan mengedepankan kepentingan kelompok, namun dibangun dengan semangat bipartisan yaitu dengan mengedepankan kepentingan warga Bandung secara keseluruhan.

Keempat, kemampuan membangun komunikasi, koordinasi, sinergi dan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Kota Bandung. Hal ini terkait dengan perubahan paradigma pemerintahan modern, yang tidak lagi menempatkan pemerintah sebagai aktor tunggal penggerak pembangunan, namun dengan melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh daerah. Pelibatan sektor swasta, masyarakat, akademisi, media, dan berbagai pemangku kepentingan lain secara optimal akan membantu memperlancar penyelenggaraan pemerintahan Kota.Berdasarkan pembahasan di atas, kekosongan jabatan Wakil Walikota seharusnya tidak memiliki dampak negatif secara serius dalam konteks politik dan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Bandung. Plt. Walikota yang akan dilantik menjadi Walikota definitif memiliki modal legitimasi politik dan kewenangan untuk dapat menyelesaikan periode masa jabatannya dengan baik. Namun demikian, diperlukan kepemimpinan yang handal, mesin birokrasi yang efektif dan efisien, relasi yang harmonis dengan kekuatan-kekuatan politik di DPRD Kota serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan di Kota Bandung, agar penyelenggaraan Pemerintahan Kota Bandung dapat berjalan dengan stabil dan efektif untuk merealisasikan kontrak politik dengan warga Kota Bandung hingga akhir periode jabatan pada tahun 2023.

Firman Manan
Penulis Merupakan Direktur Eksekutif
Indonesian Politics Research and Consulting

*tulisan telah dipublis di Pikiran Rakyat
Kamis, 24 Maret 2022