DPD & DPR Soroti Isu Sengketa Empat Pulau di Aceh dan Sumut

Sengketa Pulau – narasi tentang aspek historis, geopolitik, serta urgensi penegakan wilayah yang menyangkut harga diri daerah – kembali mencuat setelah Menteri Dalam Negeri menerbitkan Kepmendagri No. 300.2.2‑2138/2025 pada 25 April 2025 yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini memicu reaksi keras dari Aceh, yang menegaskan keempat pulau tersebut secara historis dan administratif memang bagian tak terpisahkan dari Aceh Singki.

Asal Mula Sengketa Empat Pulau

Sengketa keempat pulau ini bermula dari ketidaksinkronan antara peta administrasi nasional dengan penguasaan wilayah oleh pemerintah daerah. Secara de facto, keempat pulau tersebut telah dikelola oleh Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, selama bertahun-tahun. Pemerintah daerah Aceh mengklaim bahwa sejak sebelum otonomi daerah diberlakukan, keempat pulau itu sudah tercatat dalam dokumen kepemilikan administratif Aceh.

Namun, pada awal 2025, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 300.2.2‑2138/2025 yang menetapkan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Dasar keputusan tersebut mengacu pada pembacaan data spasial dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Peta Rupa Bumi Indonesia, namun tidak mempertimbangkan aspek historis, sosial-budaya, serta data administrasi lokal dari Aceh Singkil.

Perbedaan interpretasi terhadap data historis dan peta tersebut memicu sengketa yang kini menjadi perhatian nasional. Pemerintah Aceh menganggap keputusan itu sebagai bentuk pengabaian terhadap otonomi daerah dan hak kedaulatan lokal, sementara pihak Sumatera Utara menilai keputusan pusat sudah sesuai dengan regulasi spasial nasional.

Reaksi Aceh: Dari “Teriak” hingga Solidaritas Lintas Lembaga

Beberapa hari setelah publikasi keputusan tersebut, tokoh-tokoh publik Aceh bereaksi cepat. Ahmad Doli Kurnia dari Fraksi Golkar menyebut warga Aceh “mulai teriak-teriak” atas pengalihan wilayah itu, bahkan Gubernur Aceh Muzakir Manaf memfasilitasi rapat darurat dengan DPRD, DPD, dan DPR Aceh untuk membahas langkah selanjutnya.

Tak hanya itu, anggota DPD Aceh seperti Darwati A. Gani mendesak agar pemerintah pusat tak “menabung masalah”, melainkan segera mengembalikan pulau-pulau tersebut dan melakukan klarifikasi menyeluruh.

Dalam forum bersama Forbes DPR–DPD RI asal Aceh, hadir semua unsur lintas partai dan eksekutif daerah. Mereka sepakat untuk menggunakan pendekatan hukum, administratif, dan politik—bahkan menyiapkan mekanisme konstitusional, dari revisi UUPA hingga pengajuan ke Mahkamah Konstitusi jika diperlukan).

Fraksi DPR Soroti dan Meminta Dialog Terbuka

Beberapa fraksi DPR—khususnya Golkar dan PKS—menyoroti sisi geopolitik daerah dan berpotensi memicu konflik horizontal. PKS secara terbuka mendesak Komisi II DPR untuk segera memanggil pihak terkait dalam sidang dengar pendapat, tanpa menunggu masa reses berakhir.

Sementara itu, Fraksi Golkar melalui wakil Komisi II Agustina Mangande mengimbau pemerintah pusat untuk bertindak sebagai mediator, menyediakan forum dialog terbuka dengan seluruh pihak dan mendasari perdebatan pada data geografis, historis, dan budaya.


Komisi II DPR Didorong Reformasi Regulasi Batas Wilayah

Menanggapi eskalasi sengketa, Komisi II DPR mengusulkan perbaikan regulasi: mendorong disahkannya undang-undang khusus tentang batas daerah, serta merevisi PP No. 43/2021 dan Permendagri No. 141/2017 agar penetapan batas wilayah dilakukan secara lebih sistematis dan less prone to conflict.

Anggota DPR Ahmad Irawan menekankan bahwa pengaturan wilayah yang bersifat teknis dan emosional—termasuk sejarah, budaya, dan aspirasi daerah—harus dihadirkan lewat sistem hukum formal, bukan hanya keputusan administrasi eksekutif.


Implikasi Politik Daerah dan Risiko Konflik Sosial

DPR dan DPD menyoroti potensi “konflik horizontal” jika sengketa ini tidak diselesaikan dengan hati-hati . Ahmad Doli bahkan menyebut pengalaman sengketa batas desa yang menyebabkan tawuran dan korban jiwa—ini menunjukkan bahwa masalah geografis kecil bisa “menjadi pemicu besar” .

Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa narasi daerah—seperti narativ “pengambilalihan wilayah Aceh”—dapat dimobilisasi secara politis di tingkat lokal, misalnya Pilkada, sehingga memperumit hubungan Aceh–Sumut dalam jangka panjang.


Rencana Aksi dan Agenda Politik Mendatang

Berdasarkan sorotan fraksi dan partai:

  • Komisi II DPR akan memfasilitasi rapat dengar pendapat dengan Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, BPN, BIG, dan lembaga adat, sesuai permintaan Bahtra Banong dari Gerindra.
  • PKS dan Golkar menegaskan urgensi media komunikasi serta dialog cepat yang dipimpin Komisi II, bahkan di luar masa sidang .
  • Forbes DPR–DPD dari Aceh telah mengutus delegasi menuju pusat—yang dikawal ke tingkat Presiden Prabowo Subianto—dalam upaya mengembalikan pulau via jalur hukum dan revisi diskriptif.
  • Pemerintah pusat, melalui Kemendagri, akan melakukan klarifikasi lapangan dan menunda eksekusi Kepmen sampai seluruh fakta terverifikasi.

Harga Diri Historis Daerah Aceh !

Sengketa empat pulau ini bukan sekadar persoalan administratif, namun menyangkut harga diri historis daerah dan potensi gesekan sosial. Respon cepat dari DPR (melalui Komisi II dan fraksi-fraksi utama) serta dukungan kuat dari DPD dan forum Aceh–Sumut memperlihatkan jalur penyelesaian multi-lembaga yang diupayakan. Namun, agar tidak menimbulkan arus politisasi daerah atau konflik horizontal, dialog harus dijalankan dengan rasa saling menghormati, bukti historis yang kuat, serta landasan hukum yang kokoh—bukan hanya kepentingan pragmatis atau politis belaka.

Ke depan, keputusan Presiden dan Jusuf Kalla sebagai advokat perdamaian Aceh–Sumut akan menjadi penentu, apakah sengketa ini berakhir damai dengan normalisasi yurisdiksi, atau malah menjadi pemicu politisasi daerah berkepanjangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *