Perkembangan pesat teknologi digital memicu pertumbuhan signifikan kejahatan siber. BSSN mencatat terjadinya jutaan insiden setiap tahunnya, dengan lonjakan lebih dari 25 % pada 2019–2020 yang menimbulkan kerugian miliaran dolar. Di tengah kekhawatiran fragmentasi peran lembaga dan lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah, pemerintah akhirnya mengambil langkah strategis: mendesentralisasikan penanganan ancaman siber ke unit kepolisian daerah dan BSSN daerah.
Latar Belakang Kebijakan
Indonesia selama ini mengandalkan BSSN sebagai lembaga utama keamanan siber nasional. Namun, regulasi dan hukum siber di dalam negeri masih fragmented across berbagai kementerian dan lembaga. Upaya menuntaskan RUU Cybersecurity sempat ditunda karena dianggap terlalu birokratis dan mahal. Padahal kejahatan siber makin kompleks: dari ransomware pasca-WFH hingga serangan phishing dan kebocoran data besar-besaran.
Strategi Desentralisasi: Apa dan Bagaimana?
Pemerintah mengatur bahwa BSSN daerah dan Direktorat Siber Polda diperluas jangkauannya untuk:
- Penanganan insiden lokal secara cepat
Serangan siber terhadap infrastruktur daerah—seperti pelabuhan, rumah sakit, pemerintahan daerah—akan ditangani langsung oleh aparat setempat. Polri daerah kini memiliki direktorat kejahatan siber yang siap tanggap. - Peningkatan kapasitas teknis lokal
BSSN daerah mendapat mandat memperkuat kemampuan deteksi, analisis, dan forensik digital. Mereka juga dipersenjatai kemampuan edukasi publik — satu dari tiga fokus kebijakan BSSN menurut Peraturan Kepala BSSN No. 5/2024. - Kolaborasi pusat-daerah yang lebih adaptif
Pendekatan “Plan‑Do‑Check‑Act” (PDCA) dalam pengelolaan keamanan SPBE memang ditekankan BSSN. Desentralisasi memungkinkan iterasi lokal yang lebih cepat dan sesuai kebutuhan wilayah.
Dampak Terhadap Kapasitas Respon Daerah
Desentralisasi ini diproyeksikan meningkatkan timing respon terhadap serangan. Unit Polsek Cyber di tingkat Polda kini bisa:
- Memantau ancaman spesifik daerah mereka
- Menindaklanjuti insiden dengan kerangka hukum lokal dan nasional
- Membentuk koordinasi langsung dengan BSSN pusat untuk eskalasi dan dukungan
Saat terjadi serangan ransomware di Batam, misalnya, BSSN daerah telah mampu melakukan isolasi jaringan dan investigasi awal sebelum melapor ke pusat.
Tantangan di Tengah Jalan
Desentralisasi bukan tanpa hambatan. Tantangan yang muncul antara lain:
- Kesenjangan kemampuan SDM teknis
Banyak daerah belum memiliki tenaga forensik dan analis siber memadai. Ketimpangan ini masih menjadi isu serius yang harus diatasi. - Ketidaksinambungan regulasi dan koordinasi
Tanpa payung hukum nasional yang komprehensif, tiap daerah bisa memiliki interpretasi berbeda terhadap peran BSSN dan polri daerah. - Pendanaan dan infrastruktur
Diperlukan alokasi dana yang memadai untuk perangkat deteksi, ruang forensik, serta sistem keamanan digital.
Respons Politik dan Publik
Kalangan politisi menyambut positif langkah ini karena menegaskan otonomi daerah dalam ranah keamanan siber. Kepala BSSN RI juga menegaskan bahwa strategi selanjutnya akan menitikberatkan pada penguatan kesadaran instansi pemerintah dan masyarakat. Akademisi Hukum Administrasi ikut menekankan perlunya penyusunan perundang-undangan holistik agar tidak terjebak fragmentasi sektor seperti yang terjadi sebelumnya .
Proyeksi ke Depan
Jika berhasil:
- Kecepatan dan efektivitas mitigasi serangan meningkat
- Kemampuan forensik digital lokal makin terasah
- Pemahaman masyarakat dan pelaku usaha tentang ancaman siber tumbuh
Namun pemerintah juga perlu:
- Menuntaskan RUU Cybersecurity dengan fokus keberlanjutan dan fleksibilitas.
- Memastikan ketersediaan sumber daya manusia secara merata.
- Menyusun skema pendanaan jangka panjang untuk infrastruktur siber daerah.
Menuju Ekosistem Siber yang Resilien
Langkah desentralisasi cyber‑policing mencerminkan filosofi politik desentralisasi yang sudah dijalankan di sektor keamanan sejak era reformasi. Dengan mempercayakan unit kepolisian dan BSSN daerah, pemerintah berharap:
- Respon cepat terhadap insiden siber
- Peningkatan kalibrasi strategis antara pusat dan daerah
- Penguatan kapasitas lokal dalam mitigasi dan edukasi
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada sinergi antara regulasi nasional yang jelas, siapnya sumber daya manusia, dan dukungan anggaran nyata. Bila bisa diimplementasikan secara konsisten, ini jadi fondasi penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan dunia maya yang terus berkembang.