Anies Ajak Kaum Muda Terlibat Politik dan Soroti Polemik Tambang di Raja Ampat

Seruan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, untuk mengajak generasi muda terlibat aktif dalam dunia politik bukanlah sekadar retorika kampanye biasa. Di tengah gempuran isu-isu besar yang tengah melanda Indonesia, Anies tampil dengan narasi yang kuat: anak muda harus menjadi aktor utama dalam menentukan arah bangsa. Pernyataan ini semakin tajam ketika ia juga menyentil isu tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang tengah menjadi sorotan nasional. Kombinasi antara partisipasi politik dan isu lingkungan menjadi dua poros utama dalam orasinya yang menggugah publik.

Seruan Anies dari Panggung Jakarta Future Festival

Di acara “Jakarta Future Festival 2025” yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Anies mengajak anak muda untuk tidak apatis terhadap politik. Dalam pidatonya, ia menekankan bahwa demokrasi tidak bisa hanya dijalankan oleh segelintir elit, melainkan harus dihidupi oleh partisipasi luas seluruh elemen masyarakat, khususnya anak muda.

“Jangan hanya jadi penonton. Jangan hanya komentar di media sosial. Waktunya anak muda masuk dan berani tampil, ikut menentukan arah kebijakan,” ujar Anies, yang disambut tepuk tangan hadirin, mayoritas generasi Z dan milenial.

Ajakan ini bukan tanpa alasan. Dalam banyak survei nasional, minat anak muda terhadap politik formal seperti pemilu dan partai politik menunjukkan tren menurun. Namun di sisi lain, mereka sangat aktif di media sosial dalam menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan. Di sinilah Anies melihat potensi besar.

Kritik Anies terhadap Polemik Tambang Raja Ampat

Dalam bagian lain pidatonya, Anies menyoroti kisruh tambang di kawasan konservasi Raja Ampat. Ia menyampaikan bahwa suara generasi muda berhasil membuat pemerintah mengambil langkah mencabut beberapa izin tambang. Namun, ia juga mengkritisi bahwa pencabutan izin itu seharusnya tidak menunggu tekanan publik.

“Kalau tidak ada protes di media sosial, apa izin itu akan tetap dibiarkan?” katanya retoris.

Pernyataan ini langsung dikaitkan publik sebagai kritik halus terhadap kebijakan pemerintah pusat, yang dianggap lambat merespons aspirasi masyarakat dan terkesan membiarkan eksploitasi alam di kawasan konservasi yang semestinya dilindungi.

Raja Ampat: Surga Bawah Laut yang Terancam Eksploitasi Tambang

Raja Ampat adalah salah satu kawasan laut dengan biodiversitas tertinggi di dunia. Dikenal sebagai surga bawah laut Indonesia, kawasan ini bukan hanya aset pariwisata, tetapi juga ekosistem penting bagi kelestarian laut global. Namun ironisnya, beberapa wilayahnya justru menjadi sasaran eksploitasi pertambangan nikel dan mineral lainnya.

Pada awal tahun 2025, empat izin tambang yang sempat diberikan kepada perusahaan swasta akhirnya dicabut oleh pemerintah pusat setelah gelombang protes besar-besaran, baik dari aktivis lingkungan, tokoh masyarakat adat, hingga netizen di media sosial. Namun, izin PT Gag Nikel, anak usaha dari BUMN Antam, masih tetap berlaku.

Pemerintah beralasan bahwa PT Gag Nikel beroperasi di luar kawasan Geopark dan telah mengantongi izin lengkap. Namun, banyak pihak tetap khawatir akan dampak ekologis jangka panjang dari kegiatan tambang tersebut.

Kritik Terselubung: Anies dan Strategi Politiknya

Sebagai tokoh oposisi yang kerap memberikan kritik elegan terhadap pemerintah, Anies memanfaatkan momentum tambang Raja Ampat untuk menyuarakan dua hal sekaligus: keberpihakannya terhadap lingkungan dan dorongan politik terhadap anak muda. Ini bukan hanya pernyataan retoris, tetapi strategi komunikasi politik yang terukur.

Dengan menempatkan isu lingkungan sebagai pintu masuk, Anies berhasil meraih simpati anak muda yang selama ini lebih sensitif terhadap isu keadilan ekologis dibandingkan politik elektoral. Ia juga menyiratkan pesan bahwa perubahan tidak cukup hanya dengan protes, tetapi harus diiringi keterlibatan langsung dalam proses politik.

Apresiasi dan Kekhawatiran

Pernyataan Anies menuai reaksi luas di media sosial dan media massa. Banyak netizen memuji keberanian Anies menyuarakan masalah Raja Ampat secara terbuka. Di sisi lain, beberapa kalangan mempertanyakan konsistensi dan efektivitas narasi tersebut.

Aktivis lingkungan seperti WALHI dan Greenpeace menyambut baik dukungan Anies, tetapi mereka juga meminta agar semua tokoh politik bukan hanya bicara, melainkan ikut mendorong regulasi yang kuat untuk melindungi kawasan konservasi.

Di sisi masyarakat adat Raja Ampat, pernyataan Anies dianggap mewakili kegelisahan mereka yang selama ini merasa terpinggirkan dari pengambilan kebijakan. “Kami senang ada tokoh nasional yang peduli. Tapi kami juga ingin dilibatkan, bukan hanya dijadikan alat politik,” ujar salah satu tokoh adat dari Waigeo Barat.

Generasi Muda dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

Ajakan Anies kepada kaum muda untuk terlibat aktif dalam politik datang di saat yang krusial. Tahun 2025 merupakan periode transisi politik pasca Pemilu 2024, di mana banyak wajah baru dari kalangan muda mulai muncul di parlemen maupun pemerintahan daerah.

Namun, tantangannya tetap besar. Politik Indonesia masih didominasi oleh oligarki dan patronase. Dalam konteks ini, seruan Anies bisa dibaca sebagai ajakan untuk mendobrak status quo dengan kekuatan ide, gagasan, dan partisipasi.

Partisipasi generasi muda tidak harus selalu dimulai dari partai politik. Mereka bisa bergerak melalui komunitas, gerakan sosial, media digital, bahkan inisiatif bisnis sosial. Yang penting adalah keberanian untuk tidak diam dan tidak bersikap netral terhadap ketidakadilan.

Politik sebagai Ruang Perjuangan Kaum Muda

Pidato Anies Baswedan di Jakarta Future Festival 2025 bukan hanya pidato biasa. Ia adalah pesan strategis yang menyasar dua kelompok penting: generasi muda dan kelompok pro-lingkungan. Dengan menggabungkan isu partisipasi politik dan polemik tambang di Raja Ampat, Anies menunjukkan bahwa politik seharusnya menjadi alat perjuangan, bukan sekadar kekuasaan.

Kini bola ada di tangan kaum muda Indonesia. Apakah mereka akan menjawab ajakan itu? Atau kembali menjadi penonton dari jauh? Masa depan demokrasi Indonesia akan sangat ditentukan oleh bagaimana generasi muda merespons tantangan ini. Dan mungkin, momentum Raja Ampat bisa menjadi pemicu lahirnya generasi baru yang tidak hanya peduli, tetapi juga berani bertindak.