Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan mulai menerapkan aturan baru yang dikenal sebagai kebijakan onshoring 100% hasil ekspor. Kebijakan ini mewajibkan para eksportir untuk menempatkan seluruh devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam sistem perbankan domestik. Langkah ini menimbulkan beragam reaksi di kalangan pelaku usaha, analis ekonomi, hingga pengamat politik karena menyentuh aspek krusial dalam ketahanan ekonomi dan kedaulatan moneter nasional.
Latar Belakang Penerapan Kebijakan Onshoring
Kebijakan onshoring hasil ekspor bukanlah hal yang sepenuhnya baru. Sejak tahun 2019, Indonesia sudah menerapkan kewajiban bagi eksportir untuk menempatkan sebagian DHE ke dalam sistem keuangan domestik. Namun, penerapan sebelumnya hanya berlaku untuk sektor tertentu dan dalam jumlah terbatas. Kini, dengan kebijakan baru yang lebih menyeluruh, pemerintah bertujuan memperkuat cadangan devisa nasional dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Krisis Global dan Ketergantungan pada Valuta Asing
Pandemi COVID-19, disusul dengan ketegangan geopolitik global seperti perang dagang dan konflik Ukraina, membuat negara-negara berkembang seperti Indonesia semakin sadar akan pentingnya pengelolaan devisa. Ketika DHE disimpan di luar negeri, negara kehilangan potensi likuiditas dan kontrol atas aliran uang hasil ekspor. Akibatnya, rupiah kerap tertekan dan cadangan devisa negara tidak mencerminkan volume perdagangan sesungguhnya.
Tujuan Utama Kebijakan
Pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan pasokan valas di dalam negeri, memperkuat cadangan devisa, dan membantu stabilisasi nilai tukar rupiah. Selain itu, langkah ini merupakan strategi untuk meningkatkan efisiensi sektor perbankan dan memacu pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan likuiditas di pasar keuangan nasional.
Isi dan Rincian Kebijakan
Penerapan aturan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Pemerintah yang mengatur secara teknis bagaimana eksportir wajib menyetor 100% hasil ekspor ke dalam sistem keuangan dalam negeri, khususnya melalui bank devisa nasional.
Sektor dan Komoditas yang Terdampak
Kebijakan ini berlaku terutama untuk sektor unggulan penyumbang devisa terbesar seperti pertambangan, energi, minyak sawit (CPO), dan manufaktur. Pemerintah memberi waktu transisi bagi sektor tertentu, namun tetap menegaskan bahwa tidak ada pengecualian permanen dalam jangka panjang.
Mekanisme Penempatan Dana
Eksportir diwajibkan menempatkan hasil ekspornya ke rekening khusus di bank dalam negeri dalam jangka waktu tertentu. BI mewajibkan minimal tiga bulan penempatan sebelum dana bisa digunakan untuk keperluan di luar negeri. Pelanggaran atas kewajiban ini dapat dikenai sanksi administratif hingga penangguhan fasilitas ekspor.

Respons Dunia Usaha dan Reaksi Politik
Tak sedikit pengusaha yang merasa aturan ini membebani cashflow dan menimbulkan ketidakpastian dalam perencanaan bisnis global mereka. Di sisi lain, sebagian pelaku usaha menilai kebijakan ini sebagai wujud nyata pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.
Protes dari Eksportir dan Asosiasi Bisnis
Beberapa asosiasi eksportir seperti Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) menyatakan keberatan atas kewajiban penempatan penuh, terutama jika dana tersebut harus ditahan selama beberapa bulan. Mereka khawatir akan mengganggu kelancaran operasional dan menurunkan daya saing ekspor Indonesia.
Dukungan dari Pemerintah dan Lembaga Negara
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa kebijakan ini didesain dengan mempertimbangkan dinamika global serta kebutuhan strategis negara dalam memperkuat cadangan devisa. Mereka juga mengklaim bahwa sistem pengawasan telah disiapkan agar aturan ini tidak menghambat pertumbuhan bisnis.
Perspektif Analis Politik: Antara Kedaulatan Ekonomi dan Risiko Kebijakan
Dari sudut pandang politik ekonomi, aturan onshoring ini merupakan bentuk afirmasi terhadap semangat kedaulatan ekonomi. Di tengah ancaman ekonomi global dan instabilitas geopolitik, kontrol atas aliran devisa menjadi bagian penting dari strategi pertahanan negara.
Politik Keuangan Nasional
Kebijakan ini sejalan dengan tren nasionalisme ekonomi yang digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah ingin memastikan bahwa hasil kekayaan alam yang diekspor benar-benar memberikan kontribusi maksimal terhadap ekonomi nasional, bukan hanya memperkaya rekening bank luar negeri.
Risiko Politik dan Kredibilitas Kebijakan
Namun, jika tidak dikomunikasikan dan diterapkan dengan baik, kebijakan ini bisa menimbulkan resistensi politik dari kalangan pengusaha, legislatif, bahkan masyarakat umum. Ketika terjadi tekanan ekonomi, pemerintah bisa dituduh terlalu mengontrol sektor swasta dan mengekang liberalisasi pasar.
Tanggapan Masyarakat dan Ekonom Independen
Respons publik terhadap kebijakan ini cukup beragam. Sebagian masyarakat awam tidak terlalu memahami teknis kebijakan, namun menyambut baik upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi. Di sisi lain, sejumlah ekonom independen menilai pentingnya keseimbangan antara kontrol dan fleksibilitas.
Pandangan dari Kalangan Akademisi
Beberapa akademisi menyarankan agar pemerintah mengedepankan insentif daripada paksaan. Misalnya, pemberian bunga khusus atau kemudahan perbankan bagi eksportir yang menempatkan DHE di dalam negeri, alih-alih mewajibkan secara kaku.
Aspirasi dari Masyarakat Ekspor di Daerah
Dari berbagai daerah, terutama wilayah-wilayah penghasil komoditas ekspor seperti Riau, Kalimantan, dan Sulawesi, muncul aspirasi agar kebijakan ini disertai pendampingan serta sosialisasi yang masif agar eksportir lokal tidak merasa dirugikan.
Masa Depan Kebijakan dan Evaluasi yang Diperlukan
Pemerintah telah menyatakan bahwa kebijakan onshoring 100% DHE akan dievaluasi secara berkala. Fleksibilitas dalam penyesuaian peraturan dan pelibatan sektor swasta menjadi kunci agar kebijakan ini efektif dan berkelanjutan.
Potensi Integrasi dengan Kebijakan Lain
Kebijakan ini bisa menjadi bagian dari strategi nasional yang lebih luas seperti hilirisasi industri, digitalisasi perbankan, hingga penguatan sistem keuangan syariah. Dengan pendekatan yang terintegrasi, kebijakan ini bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Aturan onshoring 100% hasil ekspor merupakan langkah ambisius pemerintah untuk mengamankan devisa, memperkuat rupiah, dan menjaga kedaulatan ekonomi nasional. Namun, keberhasilan implementasi sangat bergantung pada komunikasi yang baik, insentif yang adil, dan partisipasi semua pemangku kepentingan. Dalam konteks politik ekonomi Indonesia saat ini, kebijakan ini bisa menjadi momen redefinisi arah pembangunan nasional yang lebih mandiri dan berkelanjutan.