Korupsi Duta Palma Group: Perusahaan Tak Punya Izin, Negara Rugi Triliunan !

Kasus korupsi Duta Palma Group kembali menghebohkan publik Indonesia. Sidang demi sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengungkap fakta-fakta mengejutkan, mulai dari proses perizinan kawasan hutan yang tidak tuntas hingga kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang luar biasa. Perusahaan perkebunan sawit raksasa ini terbukti menjalankan operasi di lahan hutan tanpa izin pelepasan kawasan selama lebih dari satu dekade, dan praktik ilegal tersebut diduga mendapat perlindungan pejabat serta dimuluskan lewat dokumen administrasi fiktif. Berikut ulasan lengkapnya.

Skandal Perizinan: Lima Perusahaan Sawit Beroperasi Tanpa SK Pelepasan

Korupsi Duta Palma dalam persidangan terbaru, Herban Heryandana selaku Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan KLHK menjadi saksi kunci. Ia menegaskan bahwa sejak 2012 hingga kini, lima anak perusahaan Duta Palma PT Kencana Amal Tani, PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur tidak pernah mendapat SK pelepasan kawasan hutan. Permohonan izin memang diajukan, tapi tak pernah tuntas karena syarat teknis seperti citra satelit, peta kawasan, dan rekomendasi gubernur tidak dipenuhi. Artinya, seluruh aktivitas budidaya sawit di lahan itu statusnya ilegal, tanpa dasar hukum sah.

Korupsi Duta Palma: UU Cipta Kerja dan Celah Hukum

Pasca terbitnya UU Cipta Kerja, memang ada skema khusus untuk legalisasi lahan sawit yang telanjur dikelola di kawasan hutan, yaitu Pasal 110A dan 110B. Namun, Duta Palma tetap gagal memenuhi syarat administratif, sehingga kelima anak perusahaan tetap tidak berhak mengelola lahan itu. KLHK menegaskan, hingga sidang pertengahan 2025, tidak pernah ada SK pelepasan yang terbit untuk lima perusahaan tersebut. Celah hukum inilah yang kini dimanfaatkan jaksa untuk menuntut ganti rugi negara dan menjerat pelaku dengan pasal pencucian uang.

Jejak Korupsi: Modus, Kerugian Negara, dan Skema Tindak Pidana

Korupsi Duta Palma, Jaksa menuding Duta Palma memanen hasil sawit secara ilegal di kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Dari 2005 hingga 2020, total luas lahan yang digunakan mencapai puluhan ribu hektare. Selama periode itu, perusahaan meraup keuntungan bersih sekitar Rp2,2 triliun, namun tidak membayar retribusi, dana reboisasi, ataupun pajak sumber daya hutan ke kas negara. Uang hasil panen diduga dialirkan ke sejumlah perusahaan induk seperti PT Darmex Plantation dan digunakan untuk memperkaya para pemilik dan jaringan bisnis mereka.

Kerugian Negara dan Lingkungan

Perhitungan BPK dan tim ahli menyebutkan, kerugian negara akibat praktik ilegal ini mencapai lebih dari Rp4,7 triliun, ditambah kerugian ekonomi nasional dan potensi hilangnya manfaat ekologis senilai Rp73,9 triliun. Selain kehilangan PAD, negara dirugikan oleh rusaknya ekosistem hutan, berkurangnya resapan air, dan meningkatnya risiko kebakaran lahan. Pencucian uang pun terjadi melalui transaksi properti, pembelian kapal, hingga simpanan rekening luar negeri.

Dampak Alih Fungsi Lahan: Deforestasi, Konflik Sosial, dan Keadilan Lingkungan

Ribuan hektare hutan yang semula menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal dan habitat satwa kini berubah menjadi kebun sawit monokultur. Akibatnya, keanekaragaman hayati menurun drastis, akses masyarakat terhadap hasil hutan dan sumber air bersih pun hilang. Banyak warga adat dan petani kecil kehilangan hak atas lahan, sementara konflik agraria makin marak akibat klaim sepihak dari perusahaan.

Korupsi Duta Palma: Tidak Bayar Reboisasi dan PSDH

Jaksa menemukan fakta bahwa Duta Palma abai membayar Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), serta tidak pernah melunasi kewajiban sewa kawasan. Ini makin memperdalam kerugian negara karena pendapatan dari sektor kehutanan yang seharusnya diterima negara menjadi nihil. Selain itu, kerusakan ekologis akibat pembukaan lahan tanpa analisis dampak lingkungan makin memperparah potensi bencana alam di masa depan.

Penegakan Hukum: Penyitaan Aset dan Tuntutan Jaksa

Selain menjerat Surya Darmadi selaku pemilik, jaksa turut menghadirkan kuasa hukum dan sejumlah pejabat terkait sebagai saksi korupsi Duta Palma. Pengadilan telah menyita uang tunai, rekening perusahaan, lahan, kapal, dan helikopter senilai total Rp1,1 triliun. Jaksa juga membuktikan adanya transaksi mencurigakan ke luar negeri dan sejumlah pembelian properti mewah sebagai upaya mengaburkan asal usul dana hasil kejahatan lingkungan ini.

Jalan Panjang Menuju Keadilan

Hingga pertengahan 2025, proses hukum atas korupsi Duta Palma masih berjalan. Publik menantikan vonis tegas bagi pelaku korporasi dan pejabat yang terlibat, serta kepastian pemulihan hak masyarakat dan ekosistem. Kasus korupsi Duta Palma diharapkan menjadi preseden bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia, sekaligus sinyal bagi pelaku industri agar mematuhi tata kelola kehutanan dan perizinan dengan transparan. Baca juga tentang Kejagung Tetapkan 1 Orang dari Wilmar Group Tersangka Suap.

Tabel Ringkasan Kasus Duta Palma Group

AspekRincian
Perusahaan Terdakwa5 anak usaha, PT Darmex, PT Asset Pacific
Status IzinTidak punya SK pelepasan kawasan hutan
Kerugian Negara>Rp4,7 triliun + potensi Rp73,9 triliun
Aset DisitaUang, lahan, kapal, helikopter, properti
Kerugian EkologiHilangnya hutan, ekosistem, konflik agraria

Urgensi Reformasi Perizinan dan Pengawasan Hutan

Kasus korupsi Duta Palma Group menjadi contoh nyata bahwa tanpa pengawasan ketat dan tata kelola izin yang transparan, sumber daya alam mudah dimanipulasi segelintir elite. Keadilan lingkungan dan ekonomi hanya bisa ditegakkan lewat reformasi perizinan, penegakan hukum tanpa kompromi, serta pengembalian hak masyarakat dan pemulihan ekosistem secara menyeluruh. Ikuti perkembangan kasus dan solusi reformasi kehutanan hanya di portal berita kami rujukan utama untuk berita investigasi dan lingkungan.