Pemberantasan Korupsi: KPK Selidiki Izin Pengelolaan Tambang di Indonesia Timur

Jakarta, Juli 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan keseriusan baru dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam dengan memulai penyelidikan mendalam terhadap praktik penerbitan izin tambang di kawasan Indonesia Timur. Penyelidikan ini menjadi sorotan publik, terutama setelah KPK secara resmi meminta keterangan dari Arifin Tasrif terkait sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) yang diterbitkan di wilayah Maluku, Papua, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara. Kasus ini dinilai sangat strategis karena wilayah-wilayah tersebut merupakan sentra mineral nasional, namun sering diwarnai tumpang tindih izin, konflik lahan, hingga dugaan praktik suap dan kolusi.

Latar Belakang dan Urgensi Penyelidikan

Pemberantasan korupsi, selama lima tahun terakhir, Kementerian ESDM mencatat lonjakan signifikan penerbitan IUP, seiring dorongan pemerintah pusat terhadap hilirisasi pertambangan dan ekspansi investasi mineral strategis, seperti nikel, emas, dan tembaga. Namun, lonjakan izin tersebut juga memunculkan persoalan klasik: tumpang tindih konsesi, lemahnya pengawasan lingkungan, serta munculnya izin baru pada kawasan yang masih berstatus sengketa adat. Sejumlah laporan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan media nasional menyebutkan adanya praktik jual beli izin serta dugaan suap pada proses administrasi di tingkat pusat dan daerah.

Permintaan Keterangan kepada Menteri ESDM

Permintaan keterangan kepada Arifin Tasrif oleh KPK menandai keseriusan lembaga antirasuah membongkar dugaan penyimpangan izin dan mengusung pemberantasan korupsi. Arifin Tasrif, sebagai penanggung jawab utama kebijakan perizinan tambang nasional, dimintai klarifikasi terkait mekanisme, transparansi, dan pengawasan penerbitan IUP, serta upaya pemerintah dalam membenahi sistem perizinan agar bebas dari korupsi dan praktik nepotisme. Dalam sesi pemeriksaan, Arifin menegaskan komitmennya terhadap transparansi dan reformasi birokrasi di lingkungan ESDM, namun juga mengakui masih ada celah kelemahan pada tata kelola lintas institusi.

Fokus Penyelidikan: Wilayah dan Modus Dugaan Korupsi

Pemberantasan korupsi, kawasan Indonesia Timur menjadi titik berat penyelidikan KPK karena statusnya sebagai lumbung mineral dan rawan praktik mafia tambang. Daerah seperti Halmahera, Obi, Pulau Seram, Sumbawa, hingga Mimika di Papua sering disebut dalam laporan karena banyaknya izin baru yang terbit, bahkan dalam situasi lahan sengketa atau tumpang tindih dengan wilayah adat. KPK memprioritaskan audit dan penelusuran pada izin-izin yang diduga bermasalah dan berpotensi merugikan negara.

Modus dan Pola Penyimpangan

Penyelidikan awal KPK menemukan sejumlah modus, antara lain: penerbitan izin di luar prosedur, praktik trading license (jual beli izin), pemberian fee “uang pelicin” kepada pejabat, serta kolusi antara pejabat daerah, pengusaha, dan perantara. Akibatnya, negara dirugikan secara finansial akibat kebocoran royalti dan pajak, sementara kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal atau tak berizin kerap tak tertagih. Konflik dengan masyarakat adat juga makin sering terjadi akibat lemahnya pengawasan dan tumpang tindih kebijakan pusat-daerah.

Tanggapan Pemerintah, Dunia Usaha, dan Aktivis

Pemberantasan korupsi, Bahlil Lahadalia dalam pernyataannya menegaskan bahwa Kementerian ESDM telah menerapkan digitalisasi perizinan melalui aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) sebagai langkah pembenahan sistem. Meski demikian, ia tak menampik masih adanya oknum yang memanfaatkan celah untuk praktik ilegal. ESDM mendukung penuh upaya KPK agar tata kelola pertambangan lebih transparan dan akuntabel, serta menertibkan izin yang tumpang tindih.

Sikap Pengusaha dan Aktivis Lingkungan

Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (APTI) meminta proses penyelidikan berjalan transparan, profesional, dan tidak mengganggu iklim investasi bagi pelaku usaha yang patuh hukum. Sebaliknya, kelompok aktivis seperti Jatam, Walhi, dan Greenpeace Indonesia mendesak KPK dan pemerintah agar menindak tegas pelaku korupsi, serta memastikan perlindungan hak masyarakat adat dan pemulihan lingkungan sebagai prioritas.

Tantangan, Potensi Perbaikan, dan Harapan Publik

Penyelidikan KPK membuka momentum penting untuk evaluasi menyeluruh tata kelola perizinan tambang, penertiban izin bermasalah, serta penguatan pengawasan internal dan eksternal. Pemerintah dan KPK diharapkan dapat mengintegrasikan data pusat-daerah, memperluas partisipasi publik, dan memastikan pemberian sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran.

Menjaga Kepastian Investasi dan Keseimbangan Kepentingan

Pemerintah juga dihadapkan pada tantangan menjaga kepastian usaha di sektor tambang, agar upaya pemberantasan korupsi tidak disalahgunakan untuk persaingan bisnis tidak sehat atau kriminalisasi usaha yang sah. Keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan lingkungan, dan kepastian investasi harus menjadi acuan agar industri tambang tetap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Baca juga tentang Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Perintangan Kasus Timah.

Tabel Ringkasan Penyelidikan KPK atas Izin Tambang di Indonesia Timur

AspekRincian
Wilayah FokusMaluku, Maluku Utara, Papua, Nusa Tenggara
Objek PenyelidikanPenerbitan dan pengawasan izin usaha pertambangan (IUP)
Modus Dugaan KorupsiTrading license, fee pelicin, tumpang tindih izin
DampakKerugian negara, kerusakan lingkungan, konflik lahan adat
Langkah LanjutanEvaluasi sistem izin, penguatan pengawasan, partisipasi publik

Momentum Reformasi Tambang dan Tata Kelola Nasional

Pemberantasan korupsi, langkah KPK menyelidiki izin pengelolaan tambang di Indonesia Timur, dengan meminta keterangan Arifin Tasrif, menjadi simbol keseriusan negara dalam membersihkan sektor vital dari praktik-praktik korupsi dan penyimpangan. Tantangan ke depan terletak pada konsistensi penegakan hukum, reformasi sistem perizinan, serta keberanian pemerintah dan masyarakat untuk mengawal tata kelola sumber daya alam yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. Keberhasilan upaya ini bukan hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga pada keadilan sosial, lingkungan, dan masa depan wilayah-wilayah kaya mineral di Timur Indonesia.