Israel harus menghadapi kenyataan pahit usai perang intensif selama 12 hari melawan Iran pada pertengahan 2025. Konflik yang terjadi sejak pertengahan Juni hingga awal Juli ini, tak hanya menimbulkan trauma psikologis bagi rakyat Israel, tetapi juga membawa kerugian ekonomi langsung yang sangat besar. Berdasarkan data resmi Bank Israel dan laporan berbagai lembaga ekonomi internasional, total kerugian negara tersebut mencapai 20 miliar shekel setara dengan Rp81 triliun. Jumlah ini membuat perekonomian Israel terpukul, sementara pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian besar-besaran dalam struktur anggaran demi menjaga stabilitas jangka menengah.
Komponen Kerugian Ekonomi: Dari Biaya Militer Hingga Infrastruktur
Selama 12 hari pertempuran, Israel rata-rata mengeluarkan biaya militer sekitar US$725 juta per hari. Pengeluaran tersebut meliputi penyediaan amunisi, peluncuran rudal anti-misil seperti Arrow dan David’s Sling, penyebaran jet tempur, hingga logistik pasukan darat dan cadangan militer. Jika diakumulasikan, total biaya operasional perang selama hampir dua minggu ini setara dengan pengeluaran negara untuk satu tahun bidang pertahanan di masa damai. Hal ini membuktikan bahwa konflik bersenjata modern berdampak sangat besar terhadap anggaran negara, bahkan untuk negara dengan anggaran militer kuat sekalipun.
Kerusakan Infrastruktur Vital dan Kompensasi Warga
Serangan balasan Iran terhadap beberapa titik strategis di Israel mengakibatkan kerusakan infrastruktur utama seperti bandara, kilang minyak, kawasan industri, dan jaringan transportasi. Selain itu, banyak rumah dan fasilitas publik rusak akibat rentetan rudal dan drone, sehingga pemerintah harus mengalokasikan anggaran besar untuk kompensasi pemilik rumah, pengusaha, serta perbaikan fasilitas umum. Kerugian infrastruktur diperkirakan menambah beban miliaran shekel, belum termasuk biaya sosial berupa relokasi dan pelayanan kesehatan korban.
Dampak Makroekonomi dan Kondisi Fiskal Negara
Bank Israel telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional untuk tahun 2025, dari semula 3,6% menjadi sekitar 2%. Aktivitas produksi dan jasa terganggu akibat pemanggilan besar-besaran cadangan militer, serta situasi keamanan yang tidak kondusif bagi dunia usaha. Sektor ekspor utama seperti teknologi tinggi dan pertahanan juga ikut melambat akibat terganggunya pasokan dan logistik. Masyarakat pun cenderung mengurangi konsumsi karena kekhawatiran stabilitas keamanan dan fluktuasi harga barang kebutuhan pokok.
Tekanan Defisit dan Utang Negara
Dengan tambahan beban perang 20 miliar shekel, pemerintah Israel dipaksa mengalihkan pos anggaran sosial dan infrastruktur ke sektor pertahanan. Rasio defisit anggaran naik, memaksa pemerintah mencari tambahan pinjaman atau memperbesar penerbitan obligasi negara. Bank Israel memperkirakan peningkatan defisit ini akan berdampak pada kemampuan negara memenuhi belanja publik lainnya, termasuk subsidi dan bantuan sosial.
Respons Pasar dan Kebijakan Moneter
Meskipun sempat terjadi kekhawatiran di awal konflik, pasar saham Tel Aviv perlahan stabil dan bahkan menguat 7–8% setelah adanya kepastian de-eskalasi dan potensi perdamaian jangka menengah. Shekel, mata uang Israel, juga menguat terhadap dolar AS karena investor menilai risiko jangka panjang telah mulai mereda, dan Bank Israel diyakini siap menjaga stabilitas nilai tukar dengan intervensi bila diperlukan.
Arah Kebijakan Suku Bunga
Bank Israel mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5% pada Juli 2025, namun memberi sinyal akan memangkasnya menjadi 4,25% pada Agustus mendatang. Keputusan ini didukung oleh menurunnya inflasi ke level 3,1% serta keyakinan bahwa ekonomi domestik dapat segera pulih jika risiko geopolitik tidak kembali memburuk.
Prospek Jangka Panjang dan Tantangan Ke Depan
Pemerintah Israel berharap, usai konflik, akan ada gelombang investasi baru sebagai bagian dari “dividen perdamaian” sebuah optimisme yang didasarkan pada pengalaman negara-negara pascakonflik. Diharapkan, investasi di bidang teknologi, energi, dan keamanan dapat mendorong pemulihan dan memperbaiki struktur ekonomi. Namun, tantangan tetap besar karena beban utang dan kebutuhan belanja sosial akan semakin meningkat jika konflik berkepanjangan.
Risiko Fiskal dan Ketahanan Sosial
Tantangan terbesar bagi Israel adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan pertahanan, pemulihan infrastruktur, dan pelayanan sosial. Tekanan fiskal akibat beban perang harus diimbangi dengan kebijakan inovatif dan efisiensi anggaran, agar negara tidak terjebak dalam spiral defisit dan krisis utang jangka panjang. Baca juga tentang Serangan Israel ke Lebanon Ancam Kemanusiaan.
Tabel Ringkasan Dampak Ekonomi Perang 12 Hari Israel vs Iran
Aspek | Data Terkini |
---|---|
Kerugian Ekonomi Total | 20 miliar shekel (Rp81 triliun) |
Biaya Militer Harian | US$725 juta |
Penurunan Pertumbuhan | 3,6% → 2% (proyeksi Bank Israel) |
Defisit Fiskal | Meningkat signifikan akibat belanja pertahanan |
Penguatan Shekel | +7–8% terhadap dolar AS |
Suku Bunga Acuan | 4,5% (Juli 2025), potensi turun ke 4,25% (Agustus 2025) |
Pemulihan Ekonomi dan Tantangan Fiskal
Perang singkat selama 12 hari antara Israel dan Iran telah membawa dampak besar pada sektor ekonomi dan fiskal. Kerugian Rp81 triliun hanya dalam waktu kurang dari dua minggu menjadi peringatan nyata akan mahalnya harga konflik bersenjata di era modern. Langkah pemulihan dan efisiensi anggaran menjadi sangat penting agar perekonomian tidak terjebak dalam ketergantungan utang dan krisis fiskal berkepanjangan. Pemerintah harus segera merumuskan kebijakan yang seimbang antara kebutuhan pertahanan dan pembangunan sosial, sembari menjaga stabilitas politik dan membuka peluang investasi pascaperang. Pantau terus update ekonomi geopolitik dan analisis konflik dunia hanya di portal berita kami rujukan utama untuk berita internasional terpercaya.